Samarinda—Sebanyak 100 Perupa personal dan kolektif turut ramaikan Pameran Besar Seni Rupa (PBSR) yang dihelat di Big Mall Samarinda, dalam rangka Pekan Seni Nasional 2019 dan Pekan Kebudayaan, bekerjasama dengan Kemendikbud dan UPTD Taman Budaya Kalimantan Timur.

Mengangkat Tema dari akar budaya lokal masyarakat Banjar di Kalimantan yakni “ Kayuh Baimbai “ yang bermakna bekerja bersama-sama atau bergotong royong.

Di ketahui, Pameran Besar Seni Rupa (PBSR) ini berlangsung dari tanggal 20 hingga 26 September yang mana kegiatan ini merupakan implementasi dari Undang-Undang No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Kegiatan tersebut merupakan Sebuah acara akbar tahunan yang akan mempresentasikan karya-karya perupa profesional di Kalimantan (Borneo), sebagai sarana mengembangkan potensi lokal tentang daya apresiasi, produksi artistik dan ekspresi kultural yang dipusatkan kegiatannya di Kalimantan Timur.

Dalam Sambutannya, kurator pameran Bambang Asrini Wijanarko mengungkapkan konsep pameran ini berangkat dari kehidupan sosial masyarakat Banjar yang aktivitasnya banyak dilakukan di sungai, dan merupakan bagian dari laku spiritual selain mendayung dengan sampan.

“Ini juga merujuk pada pidato Ir Sukarno pada 1 Juni 1945 di sidang BPUPKI yang mengatakan bahwa intisari dari ideologi negara, ialah Pancasila dan Gotong-Royong,” Ujar Bambang, Sabtu(21/9).

Ia juga mengatakan tim kurator yang menyeleksi karya seniman pada kegiatan ini juga melibatkan sejumlah tokoh dan tetua adat Kalimantan, baik secara langsung maupun wawancara. Penyeleksian karya seniman dikategorikan dua kelompok, yakni perupa atau seniman individual dan kolektif.

Bambang menjelaskan, acara tahunan tersebut dibagi dalam tiga zonasi Kalimantan yakni Zona pertama, Kosmopolitanisme, Zona kedua, adalah Ekspresi Seni Islam, Zona Ketiga, adalah Peradaban Tua Kalimantan.

Ia membeberkan untuk zona pertama Kosmopolitanisme, merupakan sebuah masyarakat yang inklusif dan daerah yang maju, baik peradaban masa lalu dan kini. Sebuah konsep sosiologis, dimana orang-orang kosmopolit akan menerima keberbedaan nilai-nilai yang beragam dan membangunnya dalam visi cita-cita bersama demi kemajuan.

“Dengan demikian, seniman-seniman dan pekerja kreatif ditantang menampilkan karya-karya terbaiknya yang sejalan dengan masyarakat maju yang menjunjung nilai-nilai kosmopolit,” Ucap Bambang.

Zona kedua, adalah Ekspresi Seni Islam. Keyakinan dan budaya tentang Islam telah ratusan tahun mendarah-daging di masyarakat Kalimantan.

“Konsep tentang gotong-royong atau Kayuh Baimbai yang terintegrasi dalam budaya Islam sudah wajar diterima. Semenjak awal, sebelum negara modern Indonesia terbentuk, budaya-budaya yang terpuncak dalam seni Islam telah memberi hibriditas corak seni Islam di Kalimantan. Bahkan Kesultanan Kutai Taruma Negara di Kalimantan Timur (Sultan Muhammad Sulaiman pada abad ke-19) telah terkoneksi erat dengan Kesultanan Brunei dan Kesultanan Malaka (Malaysia),” Sambungnya.

Zona Ketiga, adalah Peradaban Tua Kalimantan. Disebutkan juga, Tema Kayuh Baimbai akan mengingatkan, istilah gotong royong telah dikenal bahkan hampir lebih dari seribu tahun.

“Bisa dilihat pada Kerajaan Besar dalam peradaban kuno warga masyarakat di Kalimantan dengan Kerajaan Kutai Martadipura yang berlokasi di Muara Anam, hulu Sungai Mahakam di Kalimantan Timur yang telah eksis sekitar abad ke-4,” Jelasnya.(Diskominfo/Rey)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *