Samarinda-Penyampaian rekomendasi diskusi panel,sebagai upaya untuk mewujudkan visi RPJM kaltim tahun 2018-2023 ya itu berdaulat dalam pembangunan sumberdaya manusia yang berahklak mulia dan berdaya saing terutama perempuan,pemuda dan penyandang disabilitas.

Diskusi berlangsung di ruang rapat lantai 2 tepian II lingkungan kantor gubernur (11/12), dengan tema mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG’s) inklusif dikalimantan tumur. peringati hari diabilitas internasional. Yang dilaksanakan oleh dewan pengurus daerah perkumpulan penyandang disabilitas indonesia (DPD PPDI) Provinsi Kalimantan Timur.diketuai oleh ibu Anni juwairiah.

Dalam diskusi tersebut para opd menanda tangani rekomendasi yang berisi tentang (PP No 70 tahun 2019 tentang penyelenggaraan dan evaluasi terhadap penghormatan, perlindungan dan pemmenuhan hak penyandang disabilitas .

Point pertama pemerintah provinsi kalimantan timur dan seluruh pemerintah kabupaten /kota se-kalimantan timur wajib menyusun perencanaan terhadap penghormatan perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas menjadi bagian dari perencanaan pembangunan nasional dan daerah.

Pemerintah provinsi kalimantan timur segera menyusun PERGUB tentang rencana induk daerah penghormatan,perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabiliyas (RIPD) serta aksi daerah disabilitas.

Untuk mewujudkan pembangunan kalimantan yang efektif efisien tepat guna dan tepat sasaran, maka perlu keterlibatan penih secara aktif penyansang disabilitas/organisasi penyandang disabilitas ,anak-anak dengan disabilitas melalui organisasi- organisasi yang mewakili mereka .(perda kaltim no. 1 tahun 2018 tentang perlindungan dan pemenuhan hak hak penyandang disabilitas).

Penyelenggaraan pelatihan sensitifitas penyandang disabilitas bagi petugas /pegawai di setiap organisasi perangkat daerah , sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman dan pelayanan terhadap disabilitas.

Dalam melakukan rekrutmen pegawai, pemerintah provinsi Kalimantan timur diharapkan dapat menyesuaikan dengan keadaan penyandang disabilitas yang saat ini ada di kalimantan timur , seiring meningkatkan kualiyan pendidikan meeeka. Sampai didapat keseimbangan antara kopetensi pekerjaan yang diperlukan dengan kemampuan penyandang disabilitas di kalimantan timur.

Organisasi penyandang disabilitas dan organisasi orang tua penyandang disabilitas diharapkan meningkatkan kapasitas organisasi mereka,agar dapat berperan penuh dalam mengawal program penghormatan ,perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandanng disabilitas dengan dukungan penuh pemerintah daerah setempat, dan pihak lain yang mempunyai kepedulian terhadap penyandang disabilitas dan organisasi penyandang organisasi.

“Diharapkan para penyandang disabilitas agar meningkatkan pendidikannya karena sarana-sarana sudah tersedia di provinsi kalimantan timur. Kita juga mempunyai perda gubernur tentang pemenuhan hak-hak disabilitas yang mana semua opd menjalankan perda tersebut” ucap khairul saleh pada pembacaan sambutan gubernur .

Instansi pemerintah diwajibkan menerima pegawai disabilitas minimal 1 persen dari jumlah pegawai yang ada di opd tersebut. Dan perusahaan swasta menerima pegawai disabilitas 2 persen.implementasi ini harus dijalankan .

Penyerahan plakat oleh ibu ani, kepada pemateri dalam panel diskusi menyangkut Hak-hak Disabilitas. Ruang tapat Tepian II sebagai tempat dilaksanakannya acara terebut. (11/12)

Samarinda– Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) drh. Muhamad Munawaroh mengatakan pihaknya siap mendukung apabila Kaltim akan berusaha mewujudkan wilayah bebas rabies. Hal ini dikatakan saat ditemui usai melantik pengurus PHDI dan PIDHI Kaltim 1 di ruang Ruhui Rahayu Kantor Gubernur Kaltim, Selasa (10/12).

Menurut Munawaroh, saat ini Kaltim belum sepenuhnya bebas dari ancaman penyakit menular tersebut karena masih banyak gigitan anjing. Di Indonesia hanya tinggal 5 wilayah yang bebas rabies. Yakni DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Tanjung Pinang, Papua dan Papua Barat.

“Jakarta sebagai Ibu Kota Negara (IKN) bebas rabies. Ini bukti pemerintah serius mengatasi penyakit zoonosis. Bahkan seluruh hewan Penular Rabies di Jakarta harus dipasang mikrochip agar pemilik bertanggung jawab terhadap anjingnya itu sendiri. Kaltim sebagai IKN mendatang diharapkan memberikan perhatian khusus terkait hal ini. Kalau dibilang bebas, berarti harus sudah tidak ada lagi kasus gigitan anjing,” katanya.

Disinggung mengenai langkah PHDI, dirinya menyebut sejauh ini melakukan sterilisasi untuk mengurangi populasi anjing. Selain itu melakukan vaksinasi termasuk memberikan vaksin gratis bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat.

“Untuk sterilisasi bisa kita lakukan secara kontinyu. Dengan jumlah 70 persen harus divaksin baru bisa dikatakan bebas rabies. Sterilisasi untuk mengurangi populasi agar anjing tidak beranak-pinak lagi. Sehingga dapat menekan angka penyebaran rabies dengan menurunkan angka kelahiran,” terangnya.

Senada, pelaksana tugas (plt) Sekretaris Daerah Prov Kaltim M. Sa’bani brharap tahun depan Kaltim bisa bebas dari rabies yang berasal dari anjing. Menurutnya, rabies masih ada di daerah yang jauh, tidak di perkotaan.

“Kalau di kota banyak dokter hewan, dinas kita juga cukup memadai. Kita sosialisasi dan juga imunisasi termasuk berbagai aktivitas untuk menekan rabies semakin di intensifkan. Kita sudah berusaha sedemikian rupa dan hampir bisa dikatakan bebas rabies,” sebutnya. (Diskominfo/Cht)

SAMARINDA—– Guna meningkatkan kapasitas pemangku kebijakan mengenal makna dan implementasi substansi konvensi hak anak ke dalam kebijakan, program dan kegiatan pembangunan, maka Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) menggelar bimbingan teknis konvensi hak Anak, di Hotel Selyca Mulia Samarinda, Selasa (10/12)

Dengan adanya Konvensi Hak anak dapat digunakan sebagai acuan yang bisa digunakan sebagai acuan yang bisa digunakan untuk melakukan advokasi bagi perubahan atau mendorong lahirnya peraturan perundangan, kebijakan kebijakan ataupun program yang lebih baik bagi anak-anak.

“Ini memerlukan SDM terlatih untuk mengaplikasikan penerapan kebijakan dan implementasi KHA melalui pengembanhan Kabupate/kota,” terang Kepala Seksi Tumbuh kembang Anak DKP3A Kaltim, Siti Mahmudah Indah kurniawati.

Menurutnya, konvensi hak anak merupakan sebuah perjanjian hukum internasional tentang hak-hak anak. konvensi secara sederhana dapat dikelompokakan menjadi 3 hal, pertama mengatur tetang pihak yang berkewajiban menanggung tentang hak yaitu negara, kedua pihak penerima hak yaitu anak-anak dan ketiga memuat tentang bentuk-bentuk yang harus dijamin untuk dilindungi, dipenuhi dan ditingkatkan.

Kegiatan yang dilaksanakan selama tiga hari tersebut diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang hak anak, peningkatan SDM serta sebagai langkah strategis sesuai dengan pemenuhan hak anak.

Bimtek tersebut diikuti sebanyak 20 peserta dari kabupaten/kota se Kaltim. Hadir menjadi narasumber Kabid PA Penyandang Disabilitas dan Psikososial Kemen PPPA Indrawati, Fasilitator Pusat KHA Hamid Pattilima.

Samarinda—Pemerintah Kota Samarinda melalui Dinas Komunikasi dan Informatika memberikan Sosialisasi fasilitas baru berupa Sosialisasi Punic Button dan Nomor Panggilan Darurat 112 ke beberapa kecamatan yang dilaksanakan di Kantor Camat Samarinda Kota Jalan Arief Rahman Hakim, Rabu(11/12).

Sosialisasi ini dilakukan secara bertahap dimulai dari kecamatan Samarinda Ilir yang dilaksanakan pada hari Senin (10/12/2019) lalu.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Samarinda Aji Syarif Hidayatullah mengungkapkan,panggilan darurat 112 kota samarinda merupakan salah satu bentuk perwujudan dalam mengembangkan kota smart city.

“Samarinda dinobatkan oleh pemerintah pusat menjadi kota cerdas, ciri-cirinya yaitu bagaimana pendekatan antara pemerintah dan masyarakat. Maka itu, kita buat terobosan-terobosan untuk memudahkan serta mensejahterakan masyarakat Samarinda dan ini merupakan keinginan Walikota, bapak Syaharie Jaang,”Ujar Dayat panggilan akrabnya

Selain itu Aji juga membeberkan, dalam waktu 1 bulan setelah launchingnya Panic Button dan Panggilan Darurat 112 oleh Walikota Samarinda Syaharie Jaang pada Oktober lalu, ada lebih kurang 58.131 panggilan yang masuk.

“kategori panggilan yang telah ditangani antara lain kesehatan atau permintaan  ambulan, kepolisian, kebakaran, PDAM dan Perhubungan, yang meliputi permasalahan narkoba, perkelahian, kemacetan, kebakaran, pipa PDAM yang pecah, gardu PLN  yang terbakar dan lainnya.”bebernya.

Selain itu, Pemerintah Kota Samarinda saat ini juga telah menerapkan E-Kelurahan guna memudahkan masyarakat apabila mengalami kesulitan berurusan tentang surat keterangan dan lainnya.

Aplikasi e-Kelurahan ini merupakan program yang dicanangkan untuk kemajuan tata kelola pemerintahan yang diharapkan bisa memudahkan semua urusan proses administrasi mulai dari tingkat kelurahan.

“Saat ini hanya beberapa lurah yang kami buatkan tanda tangan digital, namun nanti akan kita buatkan semua lurah untuk bisa tanda tangan digital,”ucapnya.

Ia mengimbau, agar lurah yang belum mendapatkan aplikasi tanda tangan digital, untuk segera ke Kominfo.

Dirinya berharap, melalui sosialisasi ini masyarakat dapat memahami alur prosedur dalam menggunakan layanan-layanan tersebut dan menggunakannya secara bijak.

“Jadi harapan kita kedepan, ketua RT memberikan pemahaman kepada warganya supaya memanfaatkan fasilitas itu dengan baik, jangan main-main dengan fasilitas itu karena ada sanksi hukumnya apabila menyalahgunakannya. misalnya tidak ada kebakaran tapi ditelepon ada kebakaran. Pada saat kita ke sana, tidak ada. Itu akan kami cari karena nomornya teregistrasi di aplikasi kami. Jadi masyarakat untuk hati-hati itu ada sanksi hukumnya pidana undang-undang penyalahgunaan tersebut.”pungkasnya.

Sementara itu Kepala Bidang Pelayanan Aplikasi e-Government Suparmin menjelaskan, panggilan 112 dan Panic Button adalah inovasi yang baik untuk meningkatkan kredibilitas pelayanan.

Untuk Panic Button merupakan aplikasi yang ada di smartphone berbasis android, dan hanya RT saja yang memiliki. Tiap Ketua RT akan diberikan sandi tersendiri sesuai dengan NIK yang dimiliki. Sedangkan panggilan 112, hanya sebagai penunjang lainnya.

“Karena seperti yang dilihat bahwa ada beberapa masyarakat yang belum memiliki smartphone, maka kekurangan yang tidak bisa ditutupi oleh Panic Button, bisa dihandle oleh panggilan 112,”jelasnya.

Usai ditemui saat acara, Camat Samarinda Kota Anis Siswantini, sangat mendukung langkah-langkah yang di lakukan oleh diskominfo kota Samarinda dalam mewujudkan smart city.

Menurutnya, dengan adanya aplikasi da layananan tersebut masyarakat bisa sangat terbantu jika sewaktu-waktu mereka menghadapi kondisi darurat.

“Tentu dengan sosialisasi seperti ini, masyarakat kita akan semakin terbantu ketika menghadapi kondisi darurat. Untuk itu Kita akan terus ikut serta mendukung jika hal tersebut demi kebaikan bersama,” pungkasnya.

Untuk diketahui, Jika ingin mengakses layanan tersebut bisa langsung menekan tombol di handphone 112 tanpa di kenakan biaya pulsa.

Layanan 112 menanggapi beberapa kondisi gawat darurat seperti adanya peredaran narkoba, kebakaran, bencana alam, tindak kriminal dan kejahatan, jika menemukan hewan buas (berbisa), adanya pohon tumbang, terorisme, kecelakaan lalu lintas, adanya tindak kekerasan pada perempuan dan anak serta memanggil ambulan gawat darurat.

Sementara untuk layanan panic button bisa mendownload aplikasi melalui playstore yang terdapat di smartphone yakni “panic button SMR”.

Selanjutnya langkah awal adalah login dengan email yang sudah diberikan.
Jika ingin mengubah data login silahkan akses di website panic.samarindakota.co.id profile.

Kemudian klik izinkan allow gps pada smartphone anda agar aplikasi dapat menentukan lokasi secara otomatis.

Jangan lupa menggeser status aman (berwarna kuning) ke status darurat (yang berwarna merah) lalu klik kejadian yang ingin di laporkan.(Diskominfo/Rey)

Samarinda—-Dalam rangka peringatan Hari Aids se Dunia Dinas Sosial Prov Kaltim menggelar kegiatan Sosialisasi Hari Aids se Dunia Tahun 2019 yang dilangsungkan di Aula UPTD Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Nirwana Puri Samarinda, Selasa (10/12)

Kegiatan tersebut diikuti sebanyak 25 peserta yang keseluruhannya berasal dari kalangan pelajar SMA/SMK yang ada di Kota Samarinda.

Dalam sambutannya, Kepala Dinas Sosial Prov. Kaltim Agus Hari Kesuma mengatakan, berdasarkan data Dinas Kesehatan Kaltim, sejak tahun 1993 sampai dengan tahun 2019 ini di Kaltim telah ditemukan penderita Aids sebanyak 1.196 orang, yang mana dari jumlah tersebut tercatat sebanyak 488 orang telah meninggal dunia.

“Masalah penyakit HIV/Aids di Kaltim saat ini tidak hanya menyasar wanita pekerja seks (WPS), namun sudah bergeser turut menyasar IRT hingga kelompok remaja,” tegasnya

Berdasarkan data PKBS Kaltim jelasnya, dari tahun 2017 hingga 2019 melalui kegiatan penjangkauan kepada kelompok beresiko telah ditemukan mereka yang positif, terdiri dari laki-laki berisiko tinggi (LBT) sebanyak 874, wanita pekerja seks 91 orang, dengan rentang usia 20 s/d 35 tahun, adapun penularan HIV dapat terjadi melalui hubungan seks, penggunaan jarum suntik, selama kehamilan, persalinan atau menyusui, serta transfusi darah.

Lebih lanjut dirinya menekankan agar melalui kegiatan tersebut, para pelajar khususnya peserta sosialisasi dapat benar-benar memahami materi-materi yang disampaikan para nara sumber, sehingga nantinya dapat dijadikan pioneer atau pelopor di lingkungan sekolah, keluarga maupun lingkungan masyarakat setempat sehingga pencegahan bahaya penyalahgunaan narkoba serta penyebaran HIV/Aids dapat berjalan secara masif di seluruh tingkatan masyarakat.

Sementara itu, Ketua Panitia kegiatan, yang juga menjabat sebagai Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial, Napza dan KTA-KPO Dinsos Kaltim, Sapran mengatakan bahwa maksud dan tujuan kegiatan tersebut antara lain adalah meningkatkan kesadaran, kepedulian dan keterlibatan masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/Aids untuk mewujudkan 3 Zero HIV pada tahun 2030 mendatang, selain itu kalangan pelajar yang merupakan generasi penerus bangsa diharapkan dapat berperan sebagai pelopor dalam gerakan masyarakat hidup sehat guna mengurangi stigma dan diskriminasi kepada ODHA di lingkungan masyarakat.

Samarinda — Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA Nahar melalui Kabid Perlidungan Anak Penyandang Disabilitas dan Psikososial Indrawati mengatakan data perkiraan jumlah penyandang disabilitas menurut Proyeksi BPS mencapai 2,45% dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 6.321.500 jiwa. Adapun populasi penyandang disabilitas usia sekolah yang termasuk kategori anak sebanyak 25% dari jumlah penyandang disabilitas, atau sekitar 1.580.250 anak.

“Data terbaru dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2019, jumlah anak penyandang disabilitas yang bersekolah adalah sebanyak 134.045 anak yang tersebar di 2.209 SLB seluruh Indonesia,” ujarnya pada kegiatan Bimtek Pelaksanaan Pendampingan Anak Penyandang Disabilitas Berhadapan Dengan Hukum, belum lama ini di Samarinda.

Indrawati melanjutkan, fenomena di Indonesia beberapa tahun terakhir menunjukkan anak-anak penyandang disabilitas di Indonesia belum dapat terlindungi secara maksimal. Berdasarkan data Simfoni KemenPPPA, sampai dengan bulan Agustus 2019 terdapat 715 kasus pelaporan anak penyandang disabilitas korban kekerasan.

“Dalam mendukung fungsi layanan yang terkait dengan perlindungan anak penyandang disabilitas, selain dapat mengacu pada UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak juga dapat mengacu pada UU No 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Bahwa bagi disabilitas akan ada modifikasi dan fleksibilitas pemberian layanan. Selain itu mengenai SDM dan Sarpras menjadi hal yang perlu diperhatikan,” imbuh Indrawati.

Akomodasi yang layak bagi anak penyandang disabilitas, lanjut Indrawati, haruslah menjadi bagian dari layanan pendampingan hukum yang ramah terhadap anak penyandang disabilitas agar semua anak dapat terpenuhi layanannya saat menghadapi kasus terkait dirinya.

Ia berharap kegiatan ini sebagai upaya pendampingan bagi anak penyandang disabilitas yang berhadapan hukum, dalam rangka memberikan peningkatan kapasitas bagi para pendamping anak penyandang disabilitas baik dari keluarga, masyarakat, OPD, Unit Penyedia Layanan bahkan Aparat Penegak Hukum.