Jakarta—Menteri Agama (Menag), Fachrul Razi telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah Dalam Mewujudkan Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19 di Masa Pandemi.
Ia mengatakan edaran tersebut diterbitkan sebagai respons atas kerinduan umat beragama untuk kembali melaksanakan ibadah di rumah ibadah masing-masing dengan tetap menaati protokol kesehatan.
“Panduan ini diharapkan dapat meningkatkan spiritualitas umat beragama dalam menghadapi pandemi serta dampaknya sekaligus meminimaslisasi risiko akibat terjadinya kerumunan dalam satu lokasi dan rumah ibadah harus menjadi contoh terbaik pencegahan persebaran Covid-19,” Ujar Razi dalam konferensi pers di Gedung BNPB, Jakarta ,Sabtu(30/5/2020).
Menurutnya, Surat yang ditandatangani pada 29 Mei 2020 ini mencakup panduan pelaksanaan kegiatan keagamaan di rumah ibadah pada masa pandemi, yang lazimnya dilaksanakan secara berjamaah atau kolektif.
Di dalamnya mengatur kegiatan keagamaan inti dan kegiatan keagamaan sosial di rumah ibadah, berdasarkan situasi riil terhadap pandemi Covid-19 di lingkungan rumah ibadah tersebut, bukan hanya berdasarkan status Zona yang berlaku di daerah.
“Meskipun daerah berstatus Zona Kuning, bila di lingkungan rumah ibadah tersebut terdapat kasus penularan Covid-19, maka rumah ibadah dimaksud tidak dibenarkan menyelenggarakan ibadah berjamaah/kolektif,” tuturnya.
Menag menjelaskan, rumah ibadah yang dibenarkan untuk menyelenggarakan kegiatan berjamaah/kolektif adalah yang berdasarkan fakta lapangan serta angka R-Naught/RO dan angka Effective Reproduction Number/RT, artinya berada di Kawasan yang aman dari Covid-19.
Tentunya hal itu ditunjukkan dengan Surat Keterangan Rumah Ibadah Aman Covid dari Ketua Gugus Tugas Provinsi/Kabupaten/Kota/Kecamatan sesuai tingkatan rumah ibadah dimaksud, setelah berkoordinasi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah setempat bersama Majelis-majelis Agama dan instansi terkait di daerah masing-masing.
Ia kembali menegaskan, Surat Keterangan akan dicabut bila dalam perkembangannya timbul kasus penularan di lingkungan rumah ibadah tersebut atau ditemukan ketidaktaatan terhadap protokol yang telah ditetapkan.
“Sanksi pencabutan itu dilakukan agar pengurus rumah ibadah juga ikut proaktif dan bertanggung jawab dalam menegakkan disiplin penerapan protokol Covid-19,” tegasnya.
Untuk mendapatkan surat keterangan bahwa kawasan/lingkungan rumah ibadahnya aman dari Covid-19, sambungnya, pengurus rumah ibadah dapat mengajukan permohonan surat keterangan secara berjenjang kepada Ketua Gugus Kecamatan/ Kabupaten/Kota/Provinsi sesuai tingkatan rumah ibadahnya.
Untuk diketahui, di dalam surat edaran tersebut disebutkan ada 11 kewajiban yang telah diatur, diantaranya:
- Menyiapkan petugas untuk melakukan dan mengawasi penerapan protokol kesehatan di area rumah ibadah;
- Melakukan pembersihan dan desinfeksi secara berkala di area rumah ibadah;
- Membatasi jumlah pintu/jalur keluar masuk rumah ibadah guna memudahkan penerapan dan pengawasan protokol kesehatan;
- Menyediakan fasilitas cuci tangan/sabun/hand sanitizer di pintu masuk dan pintu keluar rumah ibadah;
- Menyediakan alat pengecekan suhu di pintu masuk bagi seluruh pengguna rumah ibadah. Jika ditemukan pengguna rumah ibadah dengan suhu > 37,5°C (2 kali pemeriksaan dengan jarak 5 menit), tidak diperkenankan memasuki area rumah ibadah;
- Menerapkan pembatasan jarak dengan memberikan tanda khusus di lantai/kursi, minimal jarak 1 meter;
- Melakukan pengaturan jumlah jemaah/pengguna rumah ibadah yang berkumpul dalam waktu bersamaan, untuk memudahkan pembatasan jaga jarak;
- Mempersingkat waktu pelaksanaan ibadah tanpa mengurangi ketentuan kesempurnaan beribadah;
- Memasang imbauan penerapan protokol kesehatan di area rumah ibadah pada tempat-tempat yang mudah terlihat;
- Membuat surat pernyataan kesiapan menerapkan protokol kesehatan yang telah ditentukan; dan
- Memberlakukan penerapan protokol kesehatan secara khusus bagi jemaah tamu yang datang dari luar lingkungan rumah ibadah.
Selain itu, ada sembilan poin yang harus dipenuhi masyarakat untuk melaksanakan ibadah di Masjid atau rumah ibadah lainnya.
Yang pertama Jemaah dalam kondisi sehat. Kedua, meyakini bahwa rumah ibadah yang digunakan telah memiliki Surat Keterangan aman Covid-19 dari pihak yang berwenang.
Selanjutnya, yang ketiga menggunakan masker/masker wajah sejak keluar rumah dan selama berada di area rumah ibadah. Empat, menjaga kebersihan tangan dengan sering mencuci tangan menggunakan sabun atau hand sanitizer.
Lima, menghindari kontak fisik, seperti bersalaman atau berpelukan. Enam, menjaga jarak antar jemaah minimal 1 (satu) meter.
Yang ketujuh, menghindari berdiam lama di rumah ibadah atau berkumpul di area rumah ibadah, selain untuk kepentingan ibadah yang wajib.
Kedelapan, melarang beribadah di rumah ibadah bagi anak-anak dan warga lanjut usia yang rentan tertular penyakit, serta orang dengan sakit bawaan yang berisiko tinggi terhadap Covid-19
Dan yang terakhir Ikut peduli terhadap penerapan pelaksanaan protokol kesehatan di rumah ibadah sesuai dengan ketentuan.
Bagaimana jika rumah ibadah digunakan untuk hal lainnya?
Jika rumah ibadah akan digunakan untuk kegiatan seperti akad pernikahan/perkawinan, maka selain tetap mengacu pada ketentuan di atas, hal-hal lain harus juga dipatuhi yakni
Memastikan semua peserta yang hadir dalam kondisi sehat dan negatif Covid-19. Membatasi jumlah peserta yang hadir maksimal 20% (dua puluh persen) dari kapasitas ruang dan tidak boleh lebih dari 30 orang; dan Pertemuan dilaksanakan dengan waktu seefisien mungkin.
Hal-hal yang belum diatur dalam panduan ini, akan diatur secara khusus oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat dan Majelis-majelis Agama terkait. Panduan ini akan dievalusi sesuai dengan perkembangan pandemi Covid-19.
Sumber : https://kemenag.go.id