SAMARINDA—- Provinsi Kalimantan Timur memiliki peluang besar untuk memperoleh pembayaran berbasis kinerja hingga 110 juta dolar AS atau sekitar Rp 1,5 triliun dari FCPF. Hasil sangat luar biasa dan jarang ditemukan di Indonesia.

Ini  sebagai kompensasi,  mudah-mudahan dapat ditingkatkan untuk mengurangi 22 juta ton emisi GRK di Provinsi Kalimantan Timur.

Hal tersebut dikatakan  Gubernur Kalimantan  Timur, Dr. Ir. Isran Noor, M.Si saat menghadiri menghadiri  Implementasi Pembayaran Penurunan Emisi Program FCPF-CF Indonesia-World Bank.

Acara virtual ceremony yang dikemas dengan Launching dan Talkshow  dilaksanakan  secara virtual di Ruang Heart Of Borneo (HoB) Lantai Dua Kantor Gubernur Kaltim, Selasa (15/12/2020).

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mewakili Pemerintah Indonesia, telah menandatangani Perjanjian Pembayaran Berbasis Kinerja Program Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Berbasis Lahan dengan Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (FCPF) Bank Dunia.

Sudah sejak sepuluh tahun lalu, Kaltim mencanangkan Kalimantan Timur Hijau untuk menuju pembangunan ekonomi hijau dan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Upaya-upaya tersebut juga telah diintegrasikan ke dalam perencanaan pembangunan maupun rencana strategis sektor pembangunan.

Beliau mengucapkan selamat kepada kita semua memperjuangkan sebuah  pencapaian luar biasa atas penandatanganan Perjanjian Pembayaran Pengurangan Emisi atau ERPA antara Bank Dunia dan Pemerintah Indonesia beberapa minggu lalu tepatnya 27 November 2020.

“Berpeluang pembayarannya meningkat apabila pengurangan emisi bertambah hingga 20 juta ton CO2e di Kaltim. Dengan program tersebut diharapkan bisa mengurangi emisi bersih selama lima tahun sebanyak 61,3 juta ton CO2e, ”jelasnya.

Lanjut ia katakan, Sebagian besar kegiatan program akan dilaksanakan untuk kepentingan kelompok masyarakat dan pemerintah desa seperti pelatihan pencegahan kebakaran, penyediaan peralatan dan membantu masyarakat dan petani untuk mematuhi Nilai Konservasi Tinggi dan standar kelapa sawit berkelanjutan

“Dana juga akan disalurkan ke Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) seperti pengawasan, fasilitasi dan pemantauan pelaksanaan kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran yang dilakukan oleh konsesi dan masyarakat sekitar. Ini akan mencakup program Perhutanan Sosial di bawah KPH untuk mengurangi konflik tenurial,” jelas Isran Noor.

Ia memaparkan untuk di kawasan konservasi, kegiatannya adalah perlindungan dan pemantauan hutan dan satwa liar, penanggulangan dan pencegahan kebakaran, serta kemitraan dengan masyarakat lokal di zona penyangga kawasan konservasi.

Secara keseluruhan penerima manfaat utama dalam Program Penurunan Emisi ini adalah kelompok masyarakat karena masyarakat merupakan aktor kunci dalam melindungi hutan, mencegah kebakaran dan sasaran utama dalam pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan, imbuhnya.

Gubernur mengajak, tidak hanya Bank Dunia, tetapi juga negara atau lembaga donor lain yang bekerja dan beroperasi di Kaltim untuk bersinergi melaksanakan pembangunan sesuai dengan peran masing-masing demi terwujudnya Kalimantan Timur yang lebih maju dan Hijau di masa depan.

Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (Forest Carbon Partnership Facility/FCPF) Bank Dunia adalah kemitraan global pemerintah, bisnis, masyarakat sipil, dan organisasi Masyarakat Adat yang berfokus pada pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, konservasi stok karbon hutan, pengelolaan hutan berkelanjutan, dan peningkatan stok karbon hutan di negara berkembang, kegiatan yang biasa disebut sebagai REDD+.

Diluncurkan pada tahun 2008, FCPF telah bekerja sama dengan 47 negara berkembang di Afrika, Asia, serta Amerika Latin dan Karibia, bersama dengan 17 donor yang telah memberikan kontribusi dan komitmen senilai 1,3 miliar dolar AS. (FCPF-CF).

Turut hadir, Kepala Bappeda Kaltim, Dr. Ir. H.M Aswin MM, Kepala Biro Perekonomian Setda Provinsi Kaltim, Ir. H Nazrin, M. Si, Ketua Harian DPPI Kaltim, Prof Daddy Ruhiyat, Direktur Utama, BPDLH, Dr. Joko Hendarto. Serta Kepala OPD lainnya.